BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Undang-undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional telah mengamanatkan bahwa pendidikan
nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban
bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan
untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,
kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung
jawab.
Dalam upaya mencapai tujuan tersebut di atas, Guru
harus memiliki peranan yang sangat penting, karena ujung tombak keberhasilan
pendidikan formal adalah guru. Di tangan gurulah siswa sebagai generasi penerus
ditempa dengan berbagai pengalaman belajar. Melalui upaya-upaya instruksional
itu diharapkan siswa dapat berkembang seluruh potensi dirinya secara optimal.
Karena itu guru biasa disebut sebagai pendidik profesional.
Guru yang
professional senantiasa berusaha agar profesi belajar mengajar efektif dan
bermakna atau dapat memberikan keberhasilan dan kepuasan baik siswa maupun
guru. Guru professional adalah guru yang memiliki keahlian memadai, rasa
tanggung jawab yang tinggi, serta memiliki rasa keberhasilan dengan sejawatnya.
Mereka mampu melaksanakan fungsi-fungsi sebagai pendidik yang bertanggungjawab
mempersiapkan siswa bagi perananya di masa depan (Wardani 2002).
Oleh karena itu guru
yang berhasil harus memiliki sikap dan keterampilan yang mendorong siswa aktif
untuk berpikir dan mampu memecahkan masalah serta menguasai sejumlah
keterampilan pembelajaran yang telah ada di dunia pendidikan.
Pembelajaran yang
berhasil ditunjukkan dengan materi pelajaran oleh siswa. Selain
keberhasilan pendidikan yang paling utama adalah karakter yang mampu ditanamkan
ke sisiwa. Hal ini sesuai dengan Undang-undang Republik Indonesia No. 20 Tahun
2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
Akhir-akhir ini indonesia mengalami krisis karakter
yang melanda. Krisis karakter ini sudah membudaya dari generasi ke genarasi.
Salah satu karakter ini adalah kurangnya kejujuran. Kejujuran akhir-akhir ini
merupakan sesuatu yang asing. Hal ini membuat hanya dimiliki oleh segelintir
orang saja. Sehingga muncullah istilah “jujur ajur”.
Kejujuran memeng merupakan suatu hal yang sepele.
Sehingga kejujuran sering diremehkan. Padahal kejujuran membawa dampak yang
besar dalam tatanan masyarakat. Konsep yang terjadi saat ini adalah orang yang
pandai itu yang bisa mendapatkan nilai baik dalam ulangan. Akibat kesalahan
konsep yang terjadi membawa dampak siswa akan senantiasa terdorong untuk
mendapatkan nilai sebaik mungkin dengan cara apapun walaupun tak jujur. Inilah
pondasi awal ketidak jujuran di dalam masyarakat.
Iitulah mengapa perlunya diadakan penilaian terhadap
kejujuran siswa agar konsep pandai hanya sekedar mengafal semata. Karakter
adalah penilaian utama dalam proses pendidikan. Sehingga dapat menjadi dasar
bagi siswa untuk memupuk kejujuran di lingkungan masyarakat kelas.
B. Batasan
Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas
maka dapat ditentukan Batasan masalah sebagai berikut :
“Upaya
meningkatakan kejujuran siswa kelas V SDN Genengan II melalui metode kultum”
C. Rumusan
Masalah
Berdasarkan
Latar belakanga Masalah di atas maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut:
1.
Bagaimana
cara meningkatkan kejujuran siswa kels V
SDN Genengan II dengan Metode Kultum?
2.
Sejauh
mana Metode Kultum dapat meningkatkan kejujuran siswa kelas V SDN Genengan II?
D. Tujuan
Penelitian
Penelitian
ini secara umum untuk mengetahui dan memproleh secara objektif informasi tentang penggunaan Metode Kultum
sebagai cara meningkatkan kejujuran, secara khusus penelitian ini adalah untuk:
1.
Untuk mengetahui cara meningkatkan
kejujuran siswa kelas V SDN Genengan II dengan Metode Kultum.
2.
Untuk mengetahui sejauh mana Metode
Kultum dapat meningkatkan kejujuran siswa kelas V SDN Genengan II.
E. Manfaat
Penelitian
1.
Bagi
guru
-
Dapat
digunakan sebagai acuan untuk memperbaiki proses belajar mengajar.
-
Menghemat
waktu
2.
Bagi
siswa
-
Dapat
memahami pembelajaran dengan cepat.
-
Pembelajaran
lebih menarik dan menjyenangkan.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Belajar
Belajar adalah suatu proses aktif melalui suatu
latihan yang berakibat pada perubahan tingkah laku yang menuju kepada tujuan
untuk memperoleh hasil yang baik. Tabrani Rusyan (1994) mengatakan bahwa
belajar adalah proses perubahan tingkah laku yang dinyatakan dalam bentuk
penguasaan, penggunaan, dan penilaian terhadap atau mengenai sikap dan
nilai-nilai pengetahuan dan kecakapan dasar yang terlibat di dalam berbagai
bidang studi, lebih luas lagi dalam berbagai aspek bidang kehidupan atau
pengalaman yang terorganisir.
Belajar akan berjalan dengan baik apabila disertai
dengan tujuan belajar, karena belajar itu merupakan suatu aktivitas yang dapat
membawa perubahan tingkah laku bagi peserta didik. Dalam belajar tentu ada
hambatan-hambatannya, hambatan-hambatan tersebut bukan hanya dari siswa
sendiri, lingkungan sekolah yang tidak menyenangkan tentu juga merupakan
hamabatan dan kesulitan belajar bagi siswa. Menurut Rochman Natawija (1985)
bahwa faktor lingkungan sekolah yang kurang menunjang proses belajar seperti
kurang memadainya cara mengajar, sikap guru, kurikulum atau materi yang akan
diajarkan, perlengkapan belajar, sistem administrasi, waktu belajar, situasi
sosial di sekolah dan sebagainya.
Guru adalah salah satu komponen manusiawi dalam proses belajar mengajar yang
ikut berperan dalam usaha pembentukan sumber daya manusia yang potensial, oleh
sebab itu, guru diharapkan terus berupaya berhasil dalam mengajar seperti yang
ditulis Thomas F Staton (1986) agar berhasil, tiap-tiap kegiatan pengajaran
harus merangkum enam langkah kegiatan pokok yaitu:
1. Memotivasi belajar.
2. Memelihara perhatian sepenuhnya.
3. Memajukan kegiatan mental.
4. Menciptakan suatu bahan yang jelas dari
bahan-bahan yang dipelajari.
5. Mengembangkan pengertian tentang arti,
penerapan praktis dari bahan yang disajikan.
6.
Mengulang semua langkah agar semua tujuan tercapai.
Langkah-langkah ini diperkuat dengan pendapat Deporter,
B. Dkk, (2000) mengatakan bahwa pekerjaan membantu siswa belajar yaitu
menciptakan lingkungan belajar, memotivasi siswa dan mengendalikan disiplin dan
suasana belajar. Termasuk kegiatan ini antara lain menyediakan sumber belajar,
merangsang kegiatan yang dilakukan siswa, mengatur pengalokasian waktu,
menyediakan tempat belajar, menyediakan peralatan mengajar dan mengatur
pengelolaan kelas.
Pengertian belajar juga diperjelas oleh Nana Sujana
(1988) CBSA dalam proses belajar mengajar: Suatu proses yang ditandai adanya
perubahan pada diri seseorang, perubahan sebagai hasil dari proses belajar,
dapat ditunjukan dalam berbagai bentuk seperti perubahan pengetahuan, perubahan
sikap, tingkah laku, keterampilan dan kemampuan serta aspek lain yang ada dalam
individu yang belajar.
Sejalan dengan pendapat di atas Roetiyah mengatakan
bahwa tugas peserta didik atau siswa dalam belajara adalah mengembangkan
potensinya semaksimal mungkin sehingga tujuan tercapai dengan apa yang
dicita-citakan dirinya.
Teori pembelajaran juga dikatan oleh gege (1970)
membatasi kegiatan sebagai kegiatan menyusun dan menyajikan pembelajaran yang
layak yang ersifat eksternal. Kegiatan
ini meliputi,
1. Mengadakan komunikasi verbal untuk
memberitahukan murid-murid tentang
apa yang dicapai.
2. Mengingatkan tentang apa yang diketahui
murid-murid.
3. Mengarahakan perhatian dan tindakan
murid-murid supaya dapat berfikir
dengan cara-cara tertentu.
Terdapat beberapa aspek penting dalam kegiatan
belajar mengajar yaitu menciptakan kondisi belajar atau lingkungan belajar yang
memungkinkan siswa lancar dan efektif.
B. Hasil
Belajar
Setiap macam kegiatan belajar akan menghasilkan
suatu perubahan yang khas, yaitu hasil belajar. Hasil belajar merupakan tingkah
laku yang dimiliki siswa sebagai akibat dari proses belajar yang ditumpahkan di
sekolah, keluarga maupun masyarakat.
Robert. M. Gagne dalam bukunya yang terkenal The
Conditions Of Learning mengelompokan tentang hasil belajar menjadi lima
kategori hasil belajar, yaitu
1.
Keterampilan motorik
2.
Sikap
3.
Kemahiran intelektual
4.
Informasi verbal
5. Pengeturan kegiatan intelektual
Kelima kategori tersebut di atas merupakan suatu
proses belajar tersendiri, artinya setiap kategori berdiri sendiri dan berbeda
sifatnya. Meskipun kerap terdapat hasil belajar dari sutu kelompok yang lain,
misalnya dari kelompok belajar motorik terdapat hasil belajar dari kelompok
belajar intelektual.
Di dalam proses belajar siswa harus mampu bergaul
dengan lingkungan sekitarnya, mengatur aktivitas inteltual, mampu mengungkapkan
dan mempelajari pengetahuan melalui bahasa, membuat gerakan dan secara sadar
dapat diterima atau menolak satu hal berdasarkan penilaiannya terhadap hal
tersebut.
Mengingat tujuan akhir yang dicapai dalam belajar
adalah merubah tingkah laku seseorang pada langkah yang lebih maju sesuai
dengan kemampuannya, maka diperlukan suatu strategi belajar yang mempunyai
kerangka berfikir objektif/ tujuan khusus untuk mendapatkan hasil belajar yang
terprogram.
Hasil belajar menurut Benyamin S. Bloom yang disebut
taksonomi pendidikan, dibagi menjadi tiga klasifikasi atau domain, yaitu:
1. domain kognitif
2. domain afektif
3. domain psikomotor
Domain
kognitif meliputi aspek berfikir, mengetahui dan memecahkan masalah. Domain
afektif mencakup tujuan yang berkaitan dengan sikap, minat, dan apresiasi.
Sedangkan domain psikomotor meliputi aspek keterampilan motorik.
Untuk dapat mengaktifkan siswa dalam proses belajar
mengajar, maka ketiga domain tersebut di atas harus berjalan bersama-sama.
Siswa hendanya diusahakan setinggi mungkin dalam menyerap informasi-informasi
baru dalam melibatkan langsung ke dalam struktur kognitif, sehingga dapat
tercapai tingkat berfikir dan pembentukan sikapnya.
C. Kejujuran
Jujur adalah sebuah kata yang telah dikenal oleh hampir semua
orang. Bagi yang telah mengenal kata jujur mungkin sudah tahu apa itu arti atau
makna dari kata jujur tersebut. Namun masih banyak yang tidak tahu sama sekali
dan ada juga hanya tahu maknanya secara samar-samar.
Kata jujur adalah kata yang digunakan untuk
menyatakan sikap seseorang. Bila seseorang berhadapan dengan suatu atau fenomena maka
seseorang itu akan memperoleh gambaran tentang sesuatu atau
fenomena tersebut. Bila seseorang itu menceritakan informasi
tentang gambaran tersebut kepada orang lain tanpa ada “perubahan”
(sesuai dengan realitasnya ) maka sikap yang seperti itulah yang disebut
dengan jujur.
Sesuatu atau fenomena yang dihadapi tentu saja apa yang
ada pada diri sendiri atau di luar diri sendri. Misalnya keadaan atau kondisi
tubuh, pekerjaan yang telah atau sedang serta yang akan dilakukan.
Sesuatu yang teramati juga dapat mengenai benda, sifat dari benda
tersebut atau bentuk maupun model. Fenomena yang teramati boleh saja yang
berupa suatu peristiwa, tata hubungan sesuatu dengan lainnya. Secara sederhana
dapat dikatakan apa saja yang ada dan apa saja yang terjadi.
Perlu juga diketahui bahwa ada juga seseorang memberikan berita atau informasi sebelum terjadinya peristiwa atau fenomena. Misalnya sesorang mengatakan
dia akan hadir dalam pertemuan di sebuah gedung bulan depan.
Kalau memang dia hadir pada waktu dan tempat yang telah di sampaikannya itu
maka seseorang itu bersikap jujur. Dengan kata lain jujur juga
berkaitan dengan janji. Disini jujur berarti
mencocokan atau menyesuaikan ungkapan (informasi) yang disampaikan dengan
realisasi (fenomena).
Mungkin kita pernah melihat atau memperhatikan Tukang bekerja.
Dia bekerja berdasarkan sebuah pedoman kerja. Dalam pedoman kerja (tertulis
atau tidak) ada ketentuan sebuah perbandingan yakni 3 : 5. Tapi dalam
pelaksanaan kerja Tukang tersebut tidak mengikuti angka perbandingan itu,
dia membuat perbandingan yang lain yakni 3 : 6, Peristiwa ini jelas
memperlihatkan si Tukang tidak mengikuti ketentuan yang ada dalam
pedoman kerja. Dengan demikian berarti si Tukang tidak bersikap
jujur. Dalam kasus ini sang Tukang tidak berusaha
menyesuaikan informasi yang ada dengan fenomena (tindakan
yang dilaksanakan ).
Kejujuran juga bersangkutan
dengan pengakuan. Dalam hal ini kita ambil contoh ,
orang Eropa membuat pernyataan atau menyampaikan informasi, bahwa. orang pertama
sekali yang sampai ke Benua Amerika adalah Cristofer Colombus. Padahal
menurut sejarah yang berkembang, sebelum Colombus mendarat di Benua Amerika
telah sampai kesana armada Laksmana Cheng ho. Artinya
apa, tidak ada pengakuan. Dalam hal ini kita juga melihat persoalan
kesesuaian antara fenomena (realitas) dengan informasi yang disampaikan.
Jadi dari uraian di atas dapat diambil semacam rumusan, bahwa
apa yang disebut dengan jujur adalah sebuahsikap yang selalu
berupaya menyesuaikan atau mencocokan antara Informasi dengan fenomena.
Dalam agama Islam sikap seperti inilah yang dinamakan shiddiq. Makanya
jujur itu ber-nilai tak terhingga.
D. Metode
Kultum
Kuliah
Tujuh Menit atau lebih dikenal dengan istilah Kultum merupakan sebuah cara untuk
menanamkan karakter pada diri siswa. Pada umumnya kultum dipakai atau diterapkan
dalam ceramah religi dan acara keagamaan lainnya. Tujuan utama dari kultum ini
adalah mengajak seseorang untuk melakukan suatu kebaikan dan memantapkannya.
Mengingat
tujuan pendidikan nasional indonesia yang mentitik beratkan pada karakter
individu maka guru haruslah memfokuskan pembelajaran pada akhlak peserta didik
agar dapat menjadi manusia yang berbudi luhur. Model pembelajaran yang cocok dengan penanaman karakter ini adalah dengan
menyertakan ceramah di setiap pembelajaran. Saya menyebut ini dengan metode
kultum.
Metode
kultum ini untuk memaksimalkan penanaman karakter dalam diri siswa dalam setiap
proses belajar mengajar. Proses kultum ini dilakukan dalam aprasepsi atau dalam
pesan moral agar tidak mengganggu materi pelajaran yang lain. Penggunaan metode
kultum ini akan lebih efektif jika dilakukan dengan sesering mungkin sehingga
siswa menjadi terbiasa.
Fokus
kultum kali ini adalah membahas tentang kejujuran. Guru memberi kultum dengan
tema kejujuran denagn berkala. Hal ini diharapkan siswa dapat sadar akan
pentingnjya kejujuran dalam diri mereka. Dengan pembiasaan pola hidup jujur
maka siswa akan terdorong untuk jujur dalam segala kegiatan mereka.
BAB III
PELAKSANAAN PENELITIAN
A. Subjek
Penelitian
Aspek yang diamati adalah
perkembangan kejujuran siswa melalu metode kultum yang dilakukan di Kelas V SDN
Genengan 2.
Subyek penelitian adalah siswa
kelas V SDN Genengan 2. Sedangkan Obyek penelitiannjya adalah peningkatan kejujuran
pada diri siswa Kelas V SDN Genengan 2.
B. Lokasi
Penelitian
Lokasi penelitian di SDN Gengan
2, Kecamatan Kawedanan, Kabupaten Magetan. Dengan populasi siswa kelas V yang
berjumlah 21 orang.
C.
Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data dalam penelitian
ini dimaksudkan untuk mendapatkan bahan-bahan yang obyektif (sesuai dengan data
di lapangan) yang dapat dipertanggungjawabkan validitas (tepat dan akurat) dan
kebenarannya. Oleh karena itu peneliti menggunakan metode-metode pengumpulan
data sesuai dengan yang dibutuhkan, yaitu :
1.
Metode Observasi atau Pengamatan
Metode observasi adalah cara pengumpulan data yang
dilakukan dengan mengamati, baik secara langsung ataupun tidak langsung, yang
hasil pengamatan tersebut dicatat secara sistematis (Sutrisno Hadi, 1994: 236).
Metode ini peneliti gunakan untuk mengumpulkan data guna mengetahui gambaran
umum mengenai penerapan metode kultum pembelajaran hakiki dalam meningkatkan
kejujuran siswa Kelas V SD
2.
Wawancara (Interview)
Interview dapat dipandang sebagai metode pengumpulan
data dengan tanya jawab sepihak yang diajukan secara sistematis dan berdasarkan
pada tujuan penelitian (Hadi, 1987:136). Metode ini dimaksudkan untuk
mengetahui sejauhmana penerapan pendekatan tematik berbasis pembelajaran hakiki
dalam meningkatkan proses belajar siswa Kelas V SD Negeri Genengan 2 Kecamatan
Kawedanan. Tehnik wawancara dilakukan dengan mencatat hasil wawancara dan
melakukan kegiatan perekaman hasil wawancara dengan tape recorder.
3.
Metode Dokumentasi
Metode dokumentasi adalah teknik pengumpulan data
dengan mencari data mengenai hal-hal atau variabel yang berupa catatan,
transkrip, buku, surat kabar dan sebagainya (Suharsimi Arikunto, 1998: 236).
Metode ini peneliti gunakan untuk mendapatkan
data-data administratif dan data statistik, seperti daftar (list)
nama-nama siswa dan daftar nilai siswa Kelas V SD Negeri Genengan 2 Kecamatan
Kawedanan. Dengan metode ini peneliti mengambil data-data dari tata usaha,
pusat statistik maupun dari buku dan makalah, serta media massa, seperti
majalah, koran jurnal maupun buletin.
D.
Teknik Analisis Data
Teknis
analisis ini dilakukan selama pengumpulan data yang diikuti secara langsung
dengan pekerjaan menuliskan, mengedit, mengklasifikasi, mereduksi, dan
menyajikan. Analisis data M & H terdiri dari tiga alur analisis yang saling
berinteraksi, yaitu: reduksi data, sajian data, dan penarikan kesimpulan.
Analisis dilakukan dengan cara: data direduksi, dirangkum, dicari tema dan
polanya, memberi kode pada aspek-aspek tertentu, kemudian difokuskan pada
hal-hal yang penting, sehingga dapat memberikan gambaran yang lebih tajam.
Seperti yang tampak dalam gambar di bawah ini:
Ilustrasi singkat dari prosedur ini ialah pertama,
peneliti mengadakan pengumpulan data di lapangan dengan menggunakan pedoman
yang sudah dipersiapkan sebelumnya. Pada saat itulah dilakukan pencatatan dan
perekaman atas jawaban responden. Informasi tersebut dicek ricek baik dengan
sumber yang berbeda, maupun dengan teknik yang berbeda (trianggulasi), juga
dengan umpan balik, bahkan kadang sampai tiga atau empat kali pengulangan. Dari
informasi yang diterima tersebut seringkali memunculkan pertanyaan-pertanyaan
baru, baik pada saat wawancara sedang berlangsung maupun sudah berakhir, atau
disebut proses wawancara mendata. Setelah data dilacak, diperdalam, dan diuji kebenarannya,
selanjutnya dicari maknanya berdasarkan kajian teoritik yang digunakan, dengan
cara pemilihan, pemilahan, dan penganalisisan data. Langkah selanjutnya data
ditransformasikan dan disusun secara tematik dalam bentuk teks naratif sesuai
dengan karakteristik masing-masing. Terakhir dicari makna yang paling esensial
dari masing-masing tema, berupa fokus penelitian yang dituangkan dalam
kesimpulan.
Kurikulum, proses pembelajaran, dan penilaian
merupakan tiga komponen penting dalam program pengajaran. Ketiga komponen
tersebut saling berkitan satu sama lain. Kurikulum menjadi landasan program pembelajaran.
Proses pembelajaran menentukan keberhasilan tujuan yang dirumuskan dalam kurikulum.
Sedangkan penilaian dapat digunakan untuk memperbaiki proses pembelajaran dan
penyempurnaan kurikulum.
Untuk mengetahui perkembangan dan kemajuan belajar
siswa, perlu dilakukan penilaian kelas yang menggambarkan kemampuan dan
prestasi belajar siswa. Penilaian kelas dapat dilaksanakan melalui teknik tes
(lisan, tertulis, dan perbuatan) dan non tes berupa pemberian tugas, praktik,
dan kumpulan hasil kerja siswa.
Penilaian adalah kegiatan yang dilaksanakan untuk
memperoleh informasi secara objektif, berkelanjutan, dan menyeluruh tentang
proses dan hasil belajar yang dicapai siswa. Hasil dari penilaian ini dapat
digunakan sebagai dasar untuk menentukan perlakukan selanjutnya. Menurut Umar
(2002:1), penilaian atau evaluasi adalah suatu proses secara sistematis untuk
mengetahui tingkat keberhasilan dan efisiensi suatu program.
DAFTAR PUSTAKA
Sugiyono.
Dr. Prof. METODE PENELITIAN PENDIDIKAN – Pendekatan
Kualitatif Kuantitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta Bandung
Bazalgette,
Cary. Teaching Media In Primary School. Inggris: SAGE Publication
Uray
Husna Asmara. 2003. Penulis Karya Ilmiah. Pontianak: Fahrun Bahagia
Winkel.
1984. Psikologi Pendidikan dan Evaluasi Belajar. Jakarta: PT Gramedia